Minggu, 17 Maret 2024

Filosofi Pendidikan Indonesia: Aksi Nyata Topik 3

 

Penghargaan dan Penghayatan Kebhinnekatunggalikaan
SMA N 2 Yogyakarta

Filosofi Pendidikan Indonesia-Aksi Nyata Topik 3 
Titi Indah Larasati – 231315069

Doc. Pribadi PPG Prajab USD & UAD
 

Nilai Kebhinnekatunggalikaan merupakan salah satu nilai yang menjadi ciri khas atau Identitas Bangsa Indonesia. Maka, penting bagi institusi pendidikan untuk menginternalisasi kan nilai tersebut dengan simbol atau kegiatan yang ada di sekolah baik di lingkungan maupun dalam proses pembelajaran. Selama mengikuti PPL 1 PPG Prajabatan di SMA N 2 Yogyakarta, saya menemukan beberapa hal yang menjadi simbol atau kegiatan di sekolah sebagai bentuk penghargaan dan penghayatan terhadap Kebhinnekatunggalikaan Bangsa Indonesia baik dalam ekosistem maupun dalam proses pembelajaran. Hasil observasi saya mengenai simbol atau kegiatan di sekolah sebagai bentuk penghargaan dan penghayatan terhadap Kebhinnekatunggalikaan Bangsa Indonesia saya rangkum sebagai berikut.

1.     Kegiatan Upacara Bendera

Kegiatan upacara bendera dilakukan setiap hari senin pagi. Rangkaian kegiatan upacara bendera berisi pembacaan UUD 1945, Pancasila, Pengibaran Bendera dan lain sebagainya merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menginternalisasikan kesatuan dan kebanggaan Nasional. Sedangkan, Bendera Merah Putih merupakan simbol kebhinnekaan di Sekolah.

2.     Penggunaan Busana Gaggrak Hadiningrat

Gaggrak Hadiningrat merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang kaya dan beragam. Dalam konteks kebhinnekaan, penggunaan busana ini mencerminkan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya di Indonesia, dengan mengakui kontribusi budaya Jawa sebagai salah satu bagian dari kekayaan budaya Nasional. Penggunaan Busana Gaggrak Hadiningrat merupakan salah satu cara pemerintah DIY untuk mengenalkan dan menumbuhkan rasa bangga terhadap kebudayaan DIY.

3.     Sesi Keagamaan

Pelaksanaan sesi keagamaan di SMA N 2 Yogyakarta dilakukan pada Jum’at pagi setiap satu bulan sekali. Kegiatan ini dilakukan dengan mengelompokkan peserta didik berdasarkan agama atau kepercayaannya masing-masing kemudian melaksanakan kegiatan kerohanian seperti membaca kitab bersama kelompoknya. Kegiatan ini menurut saya juga merupakan bentuk penghargaan terhadap keragaman atau kebhinnekaan peserta didik di SMA N 2 Yogyakarta.

4.     Budaya 5S (Senyum, sapa, salam, sopan dan santun)

Budaya 5S dapat dianggap sebagai simbol kebhinnekaan karena mencerminkan nilai-nilai universal yang penting dalam interaksi sosial di berbagai budaya di Indonesia. Melalui penerapan nilai-nilai ini, kita dapat memperkuat solidaritas dan persatuan dalam kerangka keanekaragaman budaya yang ada.

Penghayatan nilai-nilai pancasila di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam memperkuat identitas manusia Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sekolah memiliki peran yang penting dalam memberikan pendidikan karakter pada peserta didik. Sekolah dapat menggunakan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar untuk mengembangkan pendidikan karakter. Hal ini, telah coba di realisasikan oleh pemerintah melalui kurikulum merdeka dan kegiatan P5 di Sekolah termasuk SMA N 2 Yogyakarta. Contoh lain, mengenai penghayatan nilai-nilai pancasila di sekolah adalah pelaksanaan budaya 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun) Indonesia sebagai salah satu bangsa yang lekat dengan budaya ketimuran, ramah dan santun perlu terus melestarikan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan budaya 5S, peserta didik dibiasakan untuk dapat bertutur dan berlaku santun agar dalam bermasyarakat dan apabila menghadapi perbedaan peserta didik dapat menyikapi nya dengan cara yang baik.

Secara spesifik, penerapan nilai-nilai Pancasila di SMA N 2 Yogyakarta dapat dilihat dari kegiatan warga sekolah diluar maupun di dalam kelas. Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, diimplementasikan dalam kegiatan keagamaan seperti ekstrakulikuler keagamaan dan perayaan hari besar keagamaan. Kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, tercermin pada sikap saling menghargai, tolong menolong, dan saling menghormati satu sama lain. Ketiga, Persatuan Indonesia, diimplementasikan melalui kegiatan upacara bendera. Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, tercermin melalui kegiatan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan serta pemilihan ketua OSIS di sekolah. Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, terlihat dari kebijakan sekolah memberikan subsidi pendidikan (beasiswa) kepada peserta didik yang memiliki kendala ekonomi. Demikianlah, penerapan nilai-nilai Pancasila di SMA N 2 Yogyakarta. Melalui penerapan nilai-nilai Pancasila tersebut harapannya peserta didik dan warga sekolah mampu memperkuat identitasnya sebagai manusia Insonesia.


Sabtu, 06 Januari 2024

Gerakan Transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam Perkembangan Pendidikan Indonesia

Titi Indah Larasati

            Dinamika dunia pendidikan Indonesia baik pada masa sebelum atau sesudah kemerdekaan tidak dapat dilepaskan dari peran transformasi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara memiliki nama asli Soewardi Soerjaningrat, seorang revolusioner pendidikan Indonesia melalui konsep “Taman Siswa”. Berangkat dari keresahan mengenai kondisi pendidikan Indonesia, Taman Siswa menjadi konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai solusi dari pendidikan yang tidak ideal terutama pada masa penjajahan Belanda atau sebelum kemerdekaan.

Sebelum Indonesia merdeka, Pendidikan di Indonesia masih lekat dengan pengaruh kolonial Belanda. Sistem pendidikan cenderung eksklusif yang untuk kalangan tertentu saja dan terbatas hanya untuk kepentingan kolonial, yakni membantu bisnis kolonial. Melalui Keputusan Raja Belanda Nomor 95 tahun 1848, lahir Sekolah Bumi Putra, tujuannya utamanya adalah untuk mendidik calon-calon pegawai negeri (Makmur, Haryono, & Sukri Musa, 1993). Pendidikan yang diberikan pun terbatas yakni baca, tulis dan hitung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan yang ditawarkan hanya berfokus pada aspek akademis atau kognitif.

Ki Hadjar Dewantara melalui Taman Siswa, merespon diskriminasi pendidikan tersebut dengan merancang sistem pendidikan yang lebih inklusi dan dapat mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat. Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan Holistik yang mencakup aspek fisik, mental, jasmani dan rohani. Hal ini mencerminkan pemahamannya mengenai kompleksitas manusia dan kebutuhan mereka untuk berkembang secara menyeluruh untuk menjadi pribadi yang utuh. Dengan pendidikan yang holistik, diharapkan seorang individu dapat menentukan identitas, makna dan tujuan hidup.

Selain konsep pendidikan holistik, pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam bidang pendidikan adalah sistem among yang meliputi dua konsep dasar yakni kodrat alam dan kemerdekaan. Manusia sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat dengan kodrat alam ini. Sedangkan kemerdekaan mengandung arti kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dengan syarat tertib damai dalam bermasyarakat. (Nurhalita & Hudaidah, 2021) Peserta didik yang diberikan kebebasan berpikit dalam mengembangkan kemampuan berpikir, kreatifitas dan bakat yang ada dalam dirinya dan tidak terhambat oleh orang lain.

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, konsep Taman Siswa semakin mendalam dan melekat dalam pembentukan dasar-dasar pendidikan nasional Indonesia. Prinsip pendidikan yang gagas oleh Ki Hadjar Dewantara menjadi bagian dalam perumusan kebijakan pendidikan Nasional. Hal ini dapat dicermati melalui UUD 1945 yang mencerminkan semangat Taman Siswa dengan menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara. Namun demikian, dalam perjalanannya transformasi Ki Hadjar Dewantara juga menemui tantangan. Salah satunya adalah menyelaraskan berbagai sistem pendidikan yang memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah Indonesia. Hal ini menjadi sesuatu yang dapat dipastikan akan terjadi karena kebhinnekaan Indonesia.

Hingga saat ini, konsep pendidikan yang di perjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara masih relevan untuk pendidikan Indonesia. Sebagai contoh, implementasi merdeka belajar dan kurikulum merdeka. Dengan konsep merdeka belajar, peserta didik digali dan dikembangkan potensinya melalui berbagai upaya dan pertimbangan agar dapat meraih kebebasan dalam belajar. Mendikbud juga mengeluarkan empat kebijakan baru berkaitan dengan merdeka belajar diantaranya Pertama, ujian sekolah berstandar nasional digantikan dengan assessment oleh pihak sekolah. Kedua, ujian nasional diubah menjadi assessment kompetisi minimum survei meliputi (karakter, numerasi dan literasi). Ketiga, penyederhanaan sistem RPP, sehingga guru dapat lebih fokus kepada siswa. Keempat, penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas sehingga dapat memeratakan akses pendidikan. (Ainia, 2020)

Kesimpulan, Gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara melalui Taman Siswa memberikan kontribusi dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Pemikiran mengenai pendidikan holistik, inklusif dan relevan tidak hanya merespon tantangan pendidikan masa lalu dan menjadi fondasi untuk pendidikan Nasional Indonesia. Program merdeka belajar, dan kebijakan pendidikan mengenai merdeka belajar menjadi salah satu bukti relevansi gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara.


 

Referensi

 

Ainia, D. K. (2020). Merdeka Belajar dalam Pandangan Ki Hadjar Dewantara dan Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Karakter. Journal Filsafat Indonesia, Vol 3 No 3, 95-101.

Makmur, D., Haryono, P. S., & Sukri Musa, H. S. (1993). Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan. Jakarta: CV. Manggala Bhakti.

Nurhalita, N., & Hudaidah. (2021). Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara pada Abad ke 21. Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 3 Nomor 2, 298 - 303.